BAGAIMANA MEMBANGUN PENDIDIKAN YANG BERPERSPEKTIF HAM & BERKEADILAN GENDER
Senin,
14 March 2011 15:09 | Written by Ria
JAKARTA - Sekolah adalah lingkungan kedua setelah
keluarga yang akan membentuk sikap, perilaku dan kepribadian seorang anak,
selain pengembangan pengetahuan. Sama dengan ketika anak di dalam keluarga,
seringkali dengan alasan “mendidik” kita memperlakukan anak-anak dengan
pendekatan kekerasan, dengan alasan kedisiplinan seringkali kita menghukum anak
dengan tindakan-tindakan yang tanpa kita sadari adalah pelanggaran atas hak
asasi si anak.
Namun, di sisi yang lain, sekolah seringkali
diperhadapkan dengan situasi dan kondisi dimana anak-anak atau siswa-siswi
melakukan hal-hal yang tidak dapat ditolerir, kenakalan, perkelahian, kekerasan
antar siswa, narkoba bahkan tindakan yang melawan hukum. Hal tersebut
menghadapkan sekolah pada problematik antara mengambil tindakan tegas yang
artinya bisa jadi merupakan pelanggaran HAM ataukah melakukan pembiaran.
Atas persoalan tersebut, Sub Komisi Pendidikan
dan Penyuluhan bekerjasama dengan Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan
workshop sehari tentang HAM dan keadilan gender di lingkungan pendidikan.
Workshop ini diikuti oleh 20 orang kepala sekolah tingkat menengah atas di DKI
Jakarta, pada tanggal 7 Maret 2011. Tujuan workshop tersebut adalah untuk
memperjelas konsep sekolah sebagai tempat pendidikan yang didalamnya terdapat
penghormatan dan perlindungan HAM dan keadilan gender bagi siswa serta
membangun jaringan sekolah peduli HAM.
Dalam workshop tersebut terinventarisir
persoalan-persoalan yang banyak dihadapi oleh sekolah baik guru maupun kepala
sekolah. Kenakalan siswa, pelanggaran tata tertib sekolah, senioritas, MOS yang
sering memunculkan kekerasan, bullying, tawuran hingga narkoba, pornografi dan
seks bebas. Persoalannya kemudian menurut para kepala sekolah tersebut adalah
dimana batasan-batasan atau apa saja indikator tindakan sekolah terhadap
siswanya yang merupakan pelanggaran HAM dan mana yang bukan.
Sebagai narasumber adalah Hesti Armiwulan dari
Komnas HAM yang mengupas tentang prinsip-prinsip HAM, Agung Putri dari Institut
Sejarah Sosial Indonesia yang mengupas tentang sejarah pembungkaman hak-hak
anak muda di negara ini, khususnya melalui institusi pendidikan, serta Aquino
Hayunta dan Afra Ramadhan dari Jurnal Perempuan yang membahas tentang pandangan
anak muda akan pendidikan yang inspiratif, yang menumbuhkan semangat
penghargaan akan HAM serta berbicara mengenai perspektif gender dalam lingkup
sekolah.
Workshop kemudian diakhiri dengan rekomendasi
tindak lanjut berupa perlunya dilakukan penyuluhan dan pendidikan tentang HAM
dan gender bagi guru, siswa dan juga orang tua siswa, yang diharapkan dilakukan
oleh Komnas HAM dengan Dinas Pendidikan Nasional di masing-masing sekolah.***
Terakhir diperbaharui (Senin, 02 May 2011 14:53)
ICW
Laporkan Dugaan PelanggaranHAM di Sekolah
Selasa, 13 Mei 2008 | 10:08 WIB
TEMPOInteraktif ,Jakarta:Indonesia Corruption Watch berencana
melaporkan dugaan pelanggaran hak asasimanusia ke Komnas HAM pada Selasa (13/5)
ini. Pelaporan terkait kasus dugaan korupsi di SD PercontohanIKIP Jakarta dan
SMA 68 Jakarta."Dugaan korupsi itu memunculkan pelanggaran hak
asasi," kata Ketua Divisi Monitoring Pelayanan MasyarakatAde Irawan.Dugaan
korupsi di kedua sekolah, kata Ade, menyebabkan hak orang tua pelapor korupsi
dan anaknyadilanggar. Menurut Ade, setidaknya ada empat hak asasi yang
dilanggar yakni hak atas informasi, hak ataspendidikan yang layak, hak untuk
tidak diperlakukan diskriminatif dan hak atas kepastian hukum.Pelanggaran
terhadap hak atas informasi, kata Ade, terjadi karena para orang tua murid
tidak memperolehinformasi keuangan dan anggaran. Pihak sekolah, lanjut dia,
tidak transparan dalam penyusunan anggaran.Hak atas pendidikan yang layak, Ade
melanjutkan, dilanggar karena anggaran penyediaan fasilitas belajar hilang
dikorupsi. "Mestinya kan dialokasikan untuk fasilitas tapi karena dananya
dikorupsi maka fasilitasnyajadi
nggak
ada," ujar Ade.Adapun
pelanggaran perlakuan diskriminatif, Ade menyebutkan beberapa contoh. Misalnya,
anak dari orang tuayang melaporkan kasus dugaan korupsi itu tak diperbolehkan
mengikuti olimpiade sains dan rapornya tak ditandatangani
sekolah.Sementara mengenai hak atas kepastian hukum, Ade melanjutkan, orang tua
yang melaporkan dugaan korupsijustru dilaporkan mencemarkan baik oleh sekolah.
"Mestinya polisi memproses kasus dugaan korupsi dulu, barupencemaran nama
baik," kata dia. "Bukan sebaliknya."Rencananya, siang ini Ade
akan menemui Ketua Komnas Ifdhal Kasim di kantor Komnas, Jakarta.
Selainmelaporkan pelanggaran HAM, ia juga menunjukkan sejumlah bukti kasus
dugaan korupsi itu."Selama ini hanya sedikit orang tua, yang mengetahui
penyimpangan di sekolah, berani melapor. Denganmengadu ke Komnas HAM, kami
mendorong para orang tua, yang melihat penyimpangan itu, agar
beranimelaporkannya," kata Ade.
ANTON SEPTIAN (tempo interaktif)
Contoh kasus pelanggaran HAM di
sekolah antara lain :
1.
Guru
membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan,
atauperilakunya).
2.
Guru
memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit,ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di
tengah lapangan).
3.
Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.
Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.
Siswa
melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa
darisekolah yang lain. (e-dukasi.net)
Kekerasan Terhadap Murid Merupakan Pelanggaran HAM
Padang
( Berita ) : Tindak kekerasan secara fisik yang terjadi di sekolah dilakukan
sejumlah oknum tenagapengajar
di Indonesia terhadap siswanya harus dihentikan, karena merupakan pelanggaran
hak asasi manusia(HAM).“Tidak jamannya lagi,
seorang guru memberikan sanksi kepada siswa dengan penganiyaan atau
melakukankekerasan secara fisik. Tindak kekerasan harus dihapus pada dunia
pendidikan karena bertentangan denganHAM,” kata Kepala Devisi Sipil dan Politik
Komnas HAM Sumatera Barat, Sudarto, menanggapi tindak kekerasan
oleh oknum guru terhadap siswanya pada beberapa sekolah di negeri ini.Ia
menilai, tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum guru terhadap siswanya
setidaknya ada tiga faktor pemicu, pertama, berkakaitan dengan rendahnya
gaji guru di Indonesia, sehingga keterbatasan financial tenagapengajar
menimbulkan tekanan ekonomi.Karena tekanan
ekonomi itu, katanya, sehingga konsentrasi dan stabilitas emosional guru sulit
terkendali,akibatnya kemarahan bisa selalu terjadi terhadap siswa yang
melanggar ketentuan sekolah.Kedua, karena
sistem pendidikan negeri ini yang mengekang para tenaga pengajar dengan
kesadaran naif,hanya berpatok kepada ketentuan yang telah ada.“Kita tahu
bahwa dalam jumlah besar tenaga pengajar tamatan diploma III dan sarjana strata
satu (S-1). Banyak tenaga guru yang kaku dalam pola penganjarannya,”
katanya.Dampaknya, ketika ditemukan siswa yang kritis dan mau berdebat, tenaga
pengajar bisa saja menilai muridnyabandel
atau selalu membantah, sehingga tindakan guru mengambil tidankan kekerasan.
Selanjutnya, faktor terakhir pemicu kekerasan terjadi oleh tenaga
pengajar terdapat murid, juga tak terlepas dengan perkembanganteknologi.Para siswa sudah banyak yang bisa melek internet,
sehingga dapat membaca perkembangan secara global.Sedangkan sebagian
besar tenaga pengajar di negeri ini, mungkin belum tahun mengoperasikan
internet.Hal itu, jelas ada pengaruhnya terhadap tenaga pengajar yang belum
mampu atau ketinggalan secara teknologidengan
siswanya. Ia mengatakan, Komnas HAM Wilayah Sumbar, juga pernah menangani kasus
kekerasanfisik oleh guru kepada siswanya dan secara hukum tetap
ditegakan, sehingga ditahan aparat kepolisian.“Kita imbau agar dihentikan
tindak kekerasan dalam bentuk apapun di segala tingkat dunia pendidikan,”
kataalumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang
itu.(beritasore)
Sumber :www.tempointeraktif.com,www.e-dukasi.net,www.beritasore.com
Pelanggaran HAM, SMA 68 Diadukan ke Komnas HAM
JAKARTA, SELASA - SMA Negeri 68,
salah satu sekolah negeri terbaik di DKI Jakarta, diadukan ke Komnas HAM karena
dugaan pelanggaran HAM terhadap siswa didik.
Selain dugaan pelanggaran HAM, Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, Koalisi Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengadukan dugaan korupsi di sekolah yang berada di kawasan Salemba tersebut. Selain SMA 68, SD Negeri Percontohan IKIP Jakarta pun diadukan untuk kasus serupa.
Selain dugaan pelanggaran HAM, Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, Koalisi Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengadukan dugaan korupsi di sekolah yang berada di kawasan Salemba tersebut. Selain SMA 68, SD Negeri Percontohan IKIP Jakarta pun diadukan untuk kasus serupa.
"ICW sebagai fasilitator yang menghubungkan
antara aliansi orangtua peduli pendidikan dan koalisi pendidikan untuk
menyelesaikan permasalahan ini," ujar peneliti pendidikan ICW, Febri
Hendri, di Komnas HAM, Selasa (13/5).
Salah satu orangtua murid, Alex Yuswar, mengatakan, terjadi intimidasi kepada siswa, yang orangtuanya vokal dalam memeriksa laporan keuangan sekolah. "Apabila tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru, dikatakan bego, bodoh. Dan, gurunya ngomong, pantas anaknya bego, orangtuanya banyak omong," kata Alex. Selain itu, lanjut Alex, siswa yang belum membayar uang sekolah diumumkan melalui pengeras suara sehingga membuat siswa bersangkutan malu.
Sementara itu, perwakilan orangtua murid dari SD Percontohan IKIP, Handaru, mengatakan, siswa yang orangtuanya dianggap kritis terhadap laporan Anggaran Perencanaan Belanja Sekolah (APBS) rapornya dikosongkan. Rangkingnya pun diturunkan dan tidak diikutsertakan dalam tes susulan.
Hingga berita ini diturunkan, Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner pemantauan penyelidikan, Nurcholis, masih mendengarkan runtutan laporan tersebut. (C5-08)
http://nasional.kompas.com/read/2008/05/13/14460495/pelanggaran.ham.sma.68.diadukan.ke.komnas.hamSalah satu orangtua murid, Alex Yuswar, mengatakan, terjadi intimidasi kepada siswa, yang orangtuanya vokal dalam memeriksa laporan keuangan sekolah. "Apabila tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru, dikatakan bego, bodoh. Dan, gurunya ngomong, pantas anaknya bego, orangtuanya banyak omong," kata Alex. Selain itu, lanjut Alex, siswa yang belum membayar uang sekolah diumumkan melalui pengeras suara sehingga membuat siswa bersangkutan malu.
Sementara itu, perwakilan orangtua murid dari SD Percontohan IKIP, Handaru, mengatakan, siswa yang orangtuanya dianggap kritis terhadap laporan Anggaran Perencanaan Belanja Sekolah (APBS) rapornya dikosongkan. Rangkingnya pun diturunkan dan tidak diikutsertakan dalam tes susulan.
Hingga berita ini diturunkan, Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner pemantauan penyelidikan, Nurcholis, masih mendengarkan runtutan laporan tersebut. (C5-08)
Pelanggaran
HAM di Sekolah Amerika
SHABESTAN
— Para pelajar Muslim di Amerika menghadapi pelanggaran hak-hak asasi manusia
yang meluas di sekolah-sekolah negara ini.
Sejumlah besar dari para pelajar
Amerika tengah mengadukan tuntutan umum untuk berupaya mengambil kembali
hak-hak asasi mereka untuk bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban agama di
sekolah-sekolah dan mengeluhkan tentang tidak dipahaminya keinginan-keinginan
mazhab mereka secara baik oleh masyarakat Amerika. ‘Andalib
Rahman dalam kaitannya dengan masalah ini mengatakan, “Saya adalah satu-satunya
pelajar muslim di sekolah, dan tidak memiliki izin untuk melakukan shalat,
untuk melaksanakan kewajiban agama ini terpaksa saya harus melakukannya di
rumah setelah keluar dari waktunya.”
Kurni Nabi, salah seorang putri Muslim di kota Salik pun mempunyai masalah yang serupa mengenai hijabnya di sekolah-sekolah tempat muslimin belajar.
Ia mengatakan, “Para pelajar putri bebas untuk memilih busananya sesuai dengan keinginan mereka, akan tetapi pihak sekolah selalu melarangku dari mengenakan hijab.”
Menurutnya, sekolah-sekolah Amerika telah mengubah tempat yang seharusnya sebagai lahan persahabatan menjadi lahan pemicu permusuhan.
Propaganda negatif Barat dalam rangka permusuhan para politisi Amerika dengan Islam dan Muslimin telah menyebabkan sejumlah besar warga Amerika yang bahkan membela kebebasan mazhab tidak memiliki opini positif terhadap Islam dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban Islam di negara-negara mereka.
Menurut laporan yang telah dikeluarkan oleh lembaga penelitian Payo, tahun lalu lalu terdapat sekitar 38 persen dari masyarakat Amerika yang tidak memiliki pandangan positif terhadap Islam dan lebih dari setengah dari mereka juga menyatakan ketiadaan informasi yang mendalam mengenai agama ini.
Seacara umum, pelanggaran hak-hak warga di masyarakat Amerika terutama sejak naiknya Obama, semakin hari semakin meningkat.
Intelijen-intelijen yang ditempatkan di pusat-pusat dimana Muslimin banyak hadir di sana seperti di masjid-masjid, perpustakaan dan bahkan restoran, pun semakin meningkat.
Warga muslim di berbagai negara bagian Amerika termasuk New York senantiasa berada dalam pengawasan ketat pihak kepolisian melalui tindakan pengambilan foto secara rahasia dan penyadapan telepon-telepon pribadi di dalam perusahaan-perusahaan, restoran dan tok-toko milik muslimin.
Hal ini terjadi sementara Michael Blumberg, kepolisian New York menganggap hal ini sebagai tindakan-tindakan yang urgen dan mengatakan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendukung dan memberikan perhatian kepada warga.
Kaum muslim Amerika pasca peristiwa 11 September telah menerima perlakukan buruk dan diskriminasi yang parah, dan tindakan-tindakan Islamphobia ini semakin hari juga semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh para petinggi maupun oleh kelompok-kelompok tertentu di Amerika.
Kurni Nabi, salah seorang putri Muslim di kota Salik pun mempunyai masalah yang serupa mengenai hijabnya di sekolah-sekolah tempat muslimin belajar.
Ia mengatakan, “Para pelajar putri bebas untuk memilih busananya sesuai dengan keinginan mereka, akan tetapi pihak sekolah selalu melarangku dari mengenakan hijab.”
Menurutnya, sekolah-sekolah Amerika telah mengubah tempat yang seharusnya sebagai lahan persahabatan menjadi lahan pemicu permusuhan.
Propaganda negatif Barat dalam rangka permusuhan para politisi Amerika dengan Islam dan Muslimin telah menyebabkan sejumlah besar warga Amerika yang bahkan membela kebebasan mazhab tidak memiliki opini positif terhadap Islam dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban Islam di negara-negara mereka.
Menurut laporan yang telah dikeluarkan oleh lembaga penelitian Payo, tahun lalu lalu terdapat sekitar 38 persen dari masyarakat Amerika yang tidak memiliki pandangan positif terhadap Islam dan lebih dari setengah dari mereka juga menyatakan ketiadaan informasi yang mendalam mengenai agama ini.
Seacara umum, pelanggaran hak-hak warga di masyarakat Amerika terutama sejak naiknya Obama, semakin hari semakin meningkat.
Intelijen-intelijen yang ditempatkan di pusat-pusat dimana Muslimin banyak hadir di sana seperti di masjid-masjid, perpustakaan dan bahkan restoran, pun semakin meningkat.
Warga muslim di berbagai negara bagian Amerika termasuk New York senantiasa berada dalam pengawasan ketat pihak kepolisian melalui tindakan pengambilan foto secara rahasia dan penyadapan telepon-telepon pribadi di dalam perusahaan-perusahaan, restoran dan tok-toko milik muslimin.
Hal ini terjadi sementara Michael Blumberg, kepolisian New York menganggap hal ini sebagai tindakan-tindakan yang urgen dan mengatakan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendukung dan memberikan perhatian kepada warga.
Kaum muslim Amerika pasca peristiwa 11 September telah menerima perlakukan buruk dan diskriminasi yang parah, dan tindakan-tindakan Islamphobia ini semakin hari juga semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh para petinggi maupun oleh kelompok-kelompok tertentu di Amerika.
Sekolah Masih Melanggar
20 July 2011 Iwan Lemabang
·
MOS Diwarnai Perploncoan
RIANG: Mengenakan kalung permen plus nama diri serta topi dari
kulit bola kaki, para siswa mengikuti MOS yang dimulai, kemarin. Mereka
diajarkan mengenal lingkungan hingga cara baris berbaris dan upacara bendera.
Photo by: Sumeks.co.id
PALEMBANG — Meskipun dilarang, aksi perploncoan masih terjadi di
sejumlah sekolah di Metropolis. Pelanggaran dominan dilakukan sekolah menengah
atas, di mana para siswa diharuskan mengenakan pelbagai aksesori selama masa
orientasi sekolah (MOS). Pantauan Sumatera
Ekspres di SMAN 1 Palembang misalnya, pelajar pria harus mengenakan topi
terbuat dari bola, gelang tali rapiah, papan nama terbuat dari kardus yang
dipajang di dada. Sejumlah aksesori tersebut harus ditempil permen. “Permennya
sudah ditentukan, harus lima macam,” ujar seorang perserta MOS SMAN 1
Palembang, Ads, kemarin. Karena hanya mempunyai tiga macam permen, ia sempat
dimarahi oleh siswa senior panitia MOS.
“katanya kalau kali ini masih diberi toleransi, tapi kalau besok (hari ini, red)
diulangi lagi, tidak ada ampun,” ungkapnya.
Bagaimana dengan siswa wanita? Mereka harus
mengenakan kucir rambut dari tali rapiah sebanyak 7 buah. Selebihnya, aksesori
lain sama dengan peserta MOS pria. Tak hanya itu, para siswa tadi juga “dipaksa”
berjemur di bawah terik matahari, dengan dalih mendapatkan pelatihan mengenai
tata upacara bendera. Sementara itu, sejumlah siswa lengkap dengan aksesori
serius mendengarkan instruksi dari polisi mengenai tata cara upacara bendera di
lapangan basket SMAN 1. Menahan panas, sesekali para peserta MOS mengernyitkan
dahi dan mengelap keringat yang jatuh dari ke pelipis mata.
Hal serupa juga terjadi di SMAN 10 Palembang.
Para siswa diharuskan mengenakan aksesori berupa tas, terbuat dari karung
beras, sapu lidi, papan nama dari kardus yang diikatkan pada tali rapiah dan
gelang rapiah ditempeli permen. Kepala SMAN 10 Palembang, Drs Jonson Liberty
MSi mengaku jika penggunaan aksesori tersebut hanya untuk meramaikan dan
memeriahkan suasana. “Hukuman fisik atau kekerasan tidak diperkenankan selama
MOS.” Karung dan sapu lidi yang dipakai siswa, tambah dia, bertujuan agar para
siswa lebih mengenal lingkungan sekolah. “Kalau nama (papan nama, red)
itu agar siswa lebih cepat dikenali.”
Dengan alasan itulah, ia menegaskan jika apa yang
dilakukan termasuk mengharuskan siswa mengenakan sejumlah aksesori tersebut
tidak melanggar aturan. “Kalau yang tidak boleh bergaya plonco seperti
mengenakan pita rambut seperti orang tidak waras. Kalau masih taraf wajar
rasanya tidak apa.” Lagipula, terang Jonson, kegiatan yang digelar selama MOS
lebih ditekankan kepada pengenalan lingkungan sekolah dan sistem pengajaran
termasuk pengenalan para guru. “Termasuk, melaksanakan MOS secara gembira,”
ungkap dia.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Palembang,
Agus Tridasa menegaskan, jika memang aturan pelarangan penggunaan aksesori dan
perploncoan dikeluarkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora),
maka sudah seharusnya pihak sekolah mematuhinya. Jika memang terjadi aksi perploncoan
maka pihaknya akan mengingatkan Kepala Dinas, sedangkan pihak sekolah harus
membatalkan kegiatan tersebutt. “Kalau terjadi perploncoan, kekerasan fisik,
silahkan lapor ke kita (Komisi IV, red) tukas Agus.
Di SMAN 15 Palembang juga dilakukan MOS tahun ajaran
2011/2012. Para siswa baru yang menimba ilmu di tempat tersebut “digembleng”
para kakak kelasnya anggota OSIS. Pantauan Sumatera
Ekspres, mereka dilatih baris berbaris di halaman upacara sekolah tersebut.
Latihan berlangsung mulai pukul 09.00 WIB. Semua perlengkapan yang dipakai
siswa diperiksa. Mulai dari sapatu dan tali yang harus hitam dan sebagainya.
Bahkan, mereka juga mendapatkan pengajaran cara memberi hormat kepada bendera
merah putih yang benar. “Hai…,” tanya seorang anggota OSIS kepada para siswa
baru yang menberikan hormat kepada bendera merah putih. Bila mereka menjawab
sapaan tersebut, maka mereka mendapat hukuman dari kakak kelasnya. “Jangan
pernah menggubris omongan orang lain, ketika sedan posisi hormat. Termasuk
pertanyaan dari kakak kelas kalian,” ungkap anggota OSIS melalui
microphone-nya.
Dalam kegiatan tersebut, beberapa siswa tidak
kuat menahan panas. Beberapa siswa harus mendapat pertolongan dari anggota
OSIS. Bahkan, seorang siswa baru terjatuh ketika sedang berdiri mengikuti
latihan baris berbaris tersebut. Ia harus digotong ke salah satu kelas karena
tak kuat menahan. Beberapa aksesori, juga dikenakan siswa baru dalam MOS
tersebut. Seperti permen, serbet kain di kepala dan tangan, tas plastik, jilbab
dan peci dan sebagainya, “Untuk pengenaan jilbab itu untuk seluruhnya, meski
non-muslim juga mengenakan jilbab karena ini hanya aksesori,” ungkap Hj Betty
Suarni SPd, Wakil Kesiswaan SMAN 15 Palembang.
Peserta MOS yang tak kuat dan harus dibawa ke
UKS, disebabkan karena tak mempersiapkan diri dengan baik. “Mungkin karena
nggak sempat sarapan,” ujarnya. Saat upacara pagi hari, sekitar 6 orang harus
dirawat di unit kesehatan sekolah (UKS). Untuk aksesori permen, memiliki sisi
edukatifnya tentang peringatan hari besar Islam. Misalnya, 10 permen menandakan
tanggal 10 Muharram, 17 Rabiul Awal, 1 Syawal dan sebagainya. “Itu berdasarkan
jumlahnya masing-masing dan mereka harus bisa menjelaskan.” Sebanyak 262 siswa dari tujuh kelas
mengikuti MOS di MAN 2 Palembang. Para siswa mengenakan beragam aksesori dalam
MOS tersebut. Ada banyak hal positif yang diajarkan kepada para siswa baru.
Misalnya, para siswa belajar praktik baris berbaris dengan pakaian yang
terdapat makanan ringan, rumbai dan tas karung. Mereka mengikuti gerakan yang
diperagakan instruktur dari jajaran TNI. baris berbaris ini berlangsung di
lapangan bola IAIN Raden Fatah. MOS
juga berlangsung di SMAN 1 Palembang. Pantauan koran ini, tampak anggota
Satlantas Polresta Palembang, Bripka Muhtasyor dan rekannya sedang mengajarkan
cara baris berbaris serta tata cara upacara dan memimpin upacara bendera. Para
siswa baru SMAN 1 ini berasal dari tujuh kelas yang diterima. Mereka terlihat
mengenakan atribut kulit bola kaki dan permen serta atribut lainnya selama MOS. Kabid Dikmenti Disdik Sumsel, Drs Widodo
MEd mengatakan, tidak diperkenankan adanya aktivitas perploncoan pada MOS.
“Aturannya sudah jelas, berikut sanksi bagi yang melanggar. Tinggal lagi
kontrol pihak sekolah harus ketat. Itu yang kurang dilakukan,” katanya.
Mestinya, selama MOS sekolah sudah menyusun acara
yang bermanfaat untuk siswa baru. Waktu pelaksanaan sendiri harus efektif dan
efisien sehingga tidak memberikan ruang bagi siswa kelas II dan III
memanfaatkan kesempatan ini untuk menggelar acara lain tanpa sepengetahuan
pihak sekolah. “Adanya acara yang disusun sekolah secara langsung akan menutup
peluang kreasi dari para senior siswa baru ini untuk menggelar acara sendiri.
Sehingga perploncoan baik fisik maupun psikis siswa baru tidak terjadi. Ini
akan mencegah kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan pada MOS,” tegas
Widodo.
Di sisi lain, pemandangan menarik saat siswa TK
dan SD sekolah di hari pertama kemarin. Agenda upacara bendera terlewatkan,
namun tetap saja yang namanya anak-anak celingak-celinguk mencari orang tuanya,
“Tolong ibu-ibu, anaknya tidak usah diantar ke depan ruang kelas,” ujar seorang
guru di SDN 179. (mg44/46/mg13)
Sumatera Ekspres, Selasa, 19 Juli 2011.Waduh...Gara-gara Kritis, Murid Diusir dari Sekolah
Senin,
25 Juli 2011, 23:06 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG - Lilis Setyowati, orang
tua dua saudara kembar yang duduk di kelas 2 SD Negeri Sitirejo 04 Wagir,
Kabupaten Malang, Jawa Timur, berencana melaporkan pengusiran anaknya oleh
sekolah itu kepada Menteri Pendidikan Nasional.
Kedua anak kembarnya bernama Yoga dan Yogi Prakoso terusir dari sekolah akibat bersikap kritis di kelas.
Ditemui di kediamannya, Jalan Parkit, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Senin, Lilis mengaku, alasan melapor ke Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Gubernur Jawa Timur karena hingga kini Pemkab Malang tidak menghukum Kepala SD Negeri 4 Sitirejo, Imam Sodiqin karena telah mengusir anaknya.
"Kita tunggu-tunggu tapi belum ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, dan harusnya sebagai sebuah institusi pemerintahan, ada sanksi tegas sebagai akibat perbuatan pihak sekolah yang telah mengusir anak saya agar pindah ke sekolah lain," katanya.
Lilis mengkhawatirkan, apabila tidak ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, kejadian tersebut dapat menimpa siswa lain.
Kasus pengusiran dua siswa ini sendiri menjadi perhatian Komisi Nasional Hak Azasi Manusia dan Anggota Ombudsman RI Anggota Komisioner Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simeulue menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM.
"Setiap warga negara itu berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan amanah Undang Undang Dasar 1945 pasal 31," kata Syafrudin.
Komnas HAM meminta Bupati Malang Rendra Kresna untuk menindak tegas kepala SD Negeri Sitirejo 04 atas perbuatannya itu
Kedua anak kembarnya bernama Yoga dan Yogi Prakoso terusir dari sekolah akibat bersikap kritis di kelas.
Ditemui di kediamannya, Jalan Parkit, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Senin, Lilis mengaku, alasan melapor ke Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Gubernur Jawa Timur karena hingga kini Pemkab Malang tidak menghukum Kepala SD Negeri 4 Sitirejo, Imam Sodiqin karena telah mengusir anaknya.
"Kita tunggu-tunggu tapi belum ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, dan harusnya sebagai sebuah institusi pemerintahan, ada sanksi tegas sebagai akibat perbuatan pihak sekolah yang telah mengusir anak saya agar pindah ke sekolah lain," katanya.
Lilis mengkhawatirkan, apabila tidak ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, kejadian tersebut dapat menimpa siswa lain.
Kasus pengusiran dua siswa ini sendiri menjadi perhatian Komisi Nasional Hak Azasi Manusia dan Anggota Ombudsman RI Anggota Komisioner Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simeulue menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM.
"Setiap warga negara itu berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan amanah Undang Undang Dasar 1945 pasal 31," kata Syafrudin.
Komnas HAM meminta Bupati Malang Rendra Kresna untuk menindak tegas kepala SD Negeri Sitirejo 04 atas perbuatannya itu
Redaktur:
Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber:
Antara
Anak Buah Hasanudin Dituntut 20 Tahun Penjara
Jakarta - Setelah otak kasus mutilasi 3
siswi SMU Poso, Hasanudin, menjalani sidang tuntutan, kini giliran anak
buahnya, Lilik Purnomo dan Irwanto Irano. Keduanya dituntut 20 tahun penjara.
Tuntutan dibacakan secara bergantian oleh JPU Firmansyah dan Muji Raharjo di
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Gadjah Mada, Rabu (21/2/2007).
Hasanudin sebelumnya juga dituntut 20 tahun bui. Wajah Lilik yang terbalut
kemeja warna ungu bermotif garis-garis dan Irwanto yang memakai kemeja warna
hijau terlihat tenang mendengarkan tuntutan itu. "Kedua terdakwa telah
memenuhi
dakwaan pertama yakni pasal 15 jo pasal 7 Perpu nomor 1/2002 jo pasal 1 UU 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme," kata Muji di hadapan majelis hakim yang diketuai Liliek Mulyadi. Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa melakukan perbuatan yang sadis dan tidak berkemanusiaan sehingga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang luka-luka. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan masyarakat resah khususnya masyarakat Bukit Bambu, Poso. Hal-hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan, mengakui kesalahan dan tidak mempersulit persidangan dan telah dimaafkan oleh keluarga korban. "Kami meminta kepada majelis hakim agar kedua terdakwa bersalah dan masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun dikurangi masa tahanan," kata Muji. Kuasa hukum terdakwa Abu Bakar Rasyide meminta waktu 10 hari kepada majelis hakim untuk menyusun pledoi atau pembelaan. Namun permintaan itu ditolak. "Kan perpanjangan penahanan habis 20 Maret. Menurut surat edaran MA, 10 hari sebelum berakhir harus sudah diputus," kata Liliek. Majelis hakim akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan pada 5 Maret dengan agenda pembacaan pledoi. Usai sidang, Lilik terlihat adem ayem menanggapi putusan itu. "Kan baru sebatas tuntutan, nanti ada upaya lain," sahutnya sambil nyengir. Sedangkan Abu mengaku tuntutan itu terlalu berat lantaran kliennya hanya sebatas menjalankan perintah Hasanudin, otak mutilasi siswi Poso.
Contoh Pelanggaran HAM yang Terjadi di Sekolah
Tarik Biaya Sekolah Kepsek Bisa Dituduh Pelanggaran HAM
Jakarta – Sekolah yang memungut biaya sekolah anak terutama pada keluarga miskin, bisa dikenakan pelanggaran HAM, karena salah satu hak anak yang dilindungi negara adalah hak untuk mendapatkan pendidikan secara cuma-cuma.“Apalagi masyarakat miskin termasuk dalam golongan yang dilindungi Undang-undang untuk mendapatkan pendidikan cuma-cuma. Kepala sekolah dapat dikenai pasal pelanggaran HAM,” demikian pengamat pendidikan Ade Irawan dari Koalisi Pendidikan di Jakarta, Senin (14/7).Menurutnya pihak Koalisi Pendidikan sudah mendirikan pos-pos pengaduan di beberapa daerah untuk menampung semua keluhan masyarakat termasuk soal pungutan biaya sekolah anak. “Namun masyarakat bisa langsung mengadukan pada Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak,” katanya.Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah diisyaratkan berhati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi karena bisa menutup ruang bagi masyarakat tidak mampu mengenyam pendidikan, dan akhirnya bisa dilaporkan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) di bidang pendidikan. "Kepsek perlu hati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi, karena jika memberatkan masyarakat apalagi bagi siswa miskin, dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM," kata praktisi hukum dari LBH Padang, Sudi Prayitno, di Padang, Sabtu (12/7).Dia mengatakan hal tersebut, terkait sejumlah sekolah setingkat SD, SMP dan SMA di Kota Padang menetapkan biaya tinggi bagi siswa barunya.Informasi yang terhimpun di Kota Padang, biaya masuk sekolah bagi siswa baru setingkat SMP mulai Rp 315.000/siswa sampai Rp 445.000/siswa dan untuk siswa SMA dipungut rata-rata diatas Rp1 juta /siswa termasuk uang pembangunan.Sudi mengatakan, biaya pendidikan tersebut dinilainya tinggi dan memberatkan masyarakat dan bisa dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran HAM apalagi kondisi itu mengakibatkan terhambatnya sebagian masyarakat mengenyam bangku sekolah.Pendidikan itu, katanya, telah diatur konstitusi, jadi jika penyelenggaraannya terkesan memberatkan maka dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM dan konstitusi. "Semestinya pendidikan bisa dinikmati masyarakat dengan biaya murah, karena telah diatur oleh konstitusi dan juga banyak bantuan lainnya untuk biaya pendidikantersebut," katanya.
(web warouw/ant)
dakwaan pertama yakni pasal 15 jo pasal 7 Perpu nomor 1/2002 jo pasal 1 UU 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme," kata Muji di hadapan majelis hakim yang diketuai Liliek Mulyadi. Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa melakukan perbuatan yang sadis dan tidak berkemanusiaan sehingga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang luka-luka. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan masyarakat resah khususnya masyarakat Bukit Bambu, Poso. Hal-hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan, mengakui kesalahan dan tidak mempersulit persidangan dan telah dimaafkan oleh keluarga korban. "Kami meminta kepada majelis hakim agar kedua terdakwa bersalah dan masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun dikurangi masa tahanan," kata Muji. Kuasa hukum terdakwa Abu Bakar Rasyide meminta waktu 10 hari kepada majelis hakim untuk menyusun pledoi atau pembelaan. Namun permintaan itu ditolak. "Kan perpanjangan penahanan habis 20 Maret. Menurut surat edaran MA, 10 hari sebelum berakhir harus sudah diputus," kata Liliek. Majelis hakim akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan pada 5 Maret dengan agenda pembacaan pledoi. Usai sidang, Lilik terlihat adem ayem menanggapi putusan itu. "Kan baru sebatas tuntutan, nanti ada upaya lain," sahutnya sambil nyengir. Sedangkan Abu mengaku tuntutan itu terlalu berat lantaran kliennya hanya sebatas menjalankan perintah Hasanudin, otak mutilasi siswi Poso.
Contoh Pelanggaran HAM yang Terjadi di Sekolah
Tarik Biaya Sekolah Kepsek Bisa Dituduh Pelanggaran HAM
Jakarta – Sekolah yang memungut biaya sekolah anak terutama pada keluarga miskin, bisa dikenakan pelanggaran HAM, karena salah satu hak anak yang dilindungi negara adalah hak untuk mendapatkan pendidikan secara cuma-cuma.“Apalagi masyarakat miskin termasuk dalam golongan yang dilindungi Undang-undang untuk mendapatkan pendidikan cuma-cuma. Kepala sekolah dapat dikenai pasal pelanggaran HAM,” demikian pengamat pendidikan Ade Irawan dari Koalisi Pendidikan di Jakarta, Senin (14/7).Menurutnya pihak Koalisi Pendidikan sudah mendirikan pos-pos pengaduan di beberapa daerah untuk menampung semua keluhan masyarakat termasuk soal pungutan biaya sekolah anak. “Namun masyarakat bisa langsung mengadukan pada Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak,” katanya.Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah diisyaratkan berhati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi karena bisa menutup ruang bagi masyarakat tidak mampu mengenyam pendidikan, dan akhirnya bisa dilaporkan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) di bidang pendidikan. "Kepsek perlu hati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi, karena jika memberatkan masyarakat apalagi bagi siswa miskin, dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM," kata praktisi hukum dari LBH Padang, Sudi Prayitno, di Padang, Sabtu (12/7).Dia mengatakan hal tersebut, terkait sejumlah sekolah setingkat SD, SMP dan SMA di Kota Padang menetapkan biaya tinggi bagi siswa barunya.Informasi yang terhimpun di Kota Padang, biaya masuk sekolah bagi siswa baru setingkat SMP mulai Rp 315.000/siswa sampai Rp 445.000/siswa dan untuk siswa SMA dipungut rata-rata diatas Rp1 juta /siswa termasuk uang pembangunan.Sudi mengatakan, biaya pendidikan tersebut dinilainya tinggi dan memberatkan masyarakat dan bisa dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran HAM apalagi kondisi itu mengakibatkan terhambatnya sebagian masyarakat mengenyam bangku sekolah.Pendidikan itu, katanya, telah diatur konstitusi, jadi jika penyelenggaraannya terkesan memberatkan maka dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM dan konstitusi. "Semestinya pendidikan bisa dinikmati masyarakat dengan biaya murah, karena telah diatur oleh konstitusi dan juga banyak bantuan lainnya untuk biaya pendidikantersebut," katanya.
(web warouw/ant)
Kesimpulan
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM
setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih
dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber
utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran
normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam
kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.
Saran-saran
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi
dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM
kita dengan HAM orang lain.