Senin, 21 Mei 2012


BAGAIMANA MEMBANGUN PENDIDIKAN YANG BERPERSPEKTIF HAM & BERKEADILAN GENDER

Senin, 14 March 2011 15:09 | Written by Ria
JAKARTA - Sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga yang akan membentuk sikap, perilaku dan kepribadian seorang anak, selain pengembangan pengetahuan. Sama dengan ketika anak di dalam keluarga, seringkali dengan alasan “mendidik” kita memperlakukan anak-anak dengan pendekatan kekerasan, dengan alasan kedisiplinan seringkali kita menghukum anak dengan tindakan-tindakan yang tanpa kita sadari adalah pelanggaran atas hak asasi si anak.

 
 

Namun, di sisi yang lain, sekolah seringkali diperhadapkan dengan situasi dan kondisi dimana anak-anak atau siswa-siswi melakukan hal-hal yang tidak dapat ditolerir, kenakalan, perkelahian, kekerasan antar siswa, narkoba bahkan tindakan yang melawan hukum. Hal tersebut menghadapkan sekolah pada problematik antara mengambil tindakan tegas yang artinya bisa jadi merupakan pelanggaran HAM ataukah melakukan pembiaran.
Atas persoalan tersebut, Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan bekerjasama dengan Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan workshop sehari tentang HAM dan keadilan gender di lingkungan pendidikan. Workshop ini diikuti oleh 20 orang kepala sekolah tingkat menengah atas di DKI Jakarta, pada tanggal 7 Maret 2011. Tujuan workshop tersebut adalah untuk memperjelas konsep sekolah sebagai tempat pendidikan yang didalamnya terdapat penghormatan dan perlindungan HAM dan keadilan gender bagi siswa serta membangun jaringan sekolah peduli HAM.
Dalam workshop tersebut terinventarisir persoalan-persoalan yang banyak dihadapi oleh sekolah baik guru maupun kepala sekolah. Kenakalan siswa, pelanggaran tata tertib sekolah, senioritas, MOS yang sering memunculkan kekerasan, bullying, tawuran hingga narkoba, pornografi dan seks bebas. Persoalannya kemudian menurut para kepala sekolah tersebut adalah dimana batasan-batasan atau apa saja indikator tindakan sekolah terhadap siswanya yang merupakan pelanggaran HAM dan mana yang bukan.
Sebagai narasumber adalah Hesti Armiwulan dari Komnas HAM yang mengupas tentang prinsip-prinsip HAM, Agung Putri dari Institut Sejarah Sosial Indonesia yang mengupas tentang sejarah pembungkaman hak-hak anak muda di negara ini, khususnya melalui institusi pendidikan, serta Aquino Hayunta dan Afra Ramadhan dari Jurnal Perempuan yang membahas tentang pandangan anak muda akan pendidikan yang inspiratif, yang menumbuhkan semangat penghargaan akan HAM serta berbicara mengenai perspektif gender dalam lingkup sekolah.
Workshop kemudian diakhiri dengan rekomendasi tindak lanjut berupa perlunya dilakukan penyuluhan dan pendidikan tentang HAM dan gender bagi guru, siswa dan juga orang tua siswa, yang diharapkan dilakukan oleh Komnas HAM dengan Dinas Pendidikan Nasional di masing-masing sekolah.***
Terakhir diperbaharui (Senin, 02 May 2011 14:53)
ICW Laporkan Dugaan PelanggaranHAM di Sekolah

Selasa, 13 Mei 2008 | 10:08 WIB
 
TEMPOInteraktif  ,Jakarta:Indonesia Corruption Watch berencana melaporkan dugaan pelanggaran hak asasimanusia ke Komnas HAM pada Selasa (13/5) ini. Pelaporan terkait kasus dugaan korupsi di SD PercontohanIKIP Jakarta dan SMA 68 Jakarta."Dugaan korupsi itu memunculkan pelanggaran hak asasi," kata Ketua Divisi Monitoring Pelayanan MasyarakatAde Irawan.Dugaan korupsi di kedua sekolah, kata Ade, menyebabkan hak orang tua pelapor korupsi dan anaknyadilanggar. Menurut Ade, setidaknya ada empat hak asasi yang dilanggar yakni hak atas informasi, hak ataspendidikan yang layak, hak untuk tidak diperlakukan diskriminatif dan hak atas kepastian hukum.Pelanggaran terhadap hak atas informasi, kata Ade, terjadi karena para orang tua murid tidak memperolehinformasi keuangan dan anggaran. Pihak sekolah, lanjut dia, tidak transparan dalam penyusunan anggaran.Hak atas pendidikan yang layak, Ade melanjutkan, dilanggar karena anggaran penyediaan fasilitas belajar hilang dikorupsi. "Mestinya kan dialokasikan untuk fasilitas tapi karena dananya dikorupsi maka fasilitasnyajadi
nggak 
ada," ujar Ade.Adapun pelanggaran perlakuan diskriminatif, Ade menyebutkan beberapa contoh. Misalnya, anak dari orang tuayang melaporkan kasus dugaan korupsi itu tak diperbolehkan mengikuti olimpiade sains dan rapornya tak ditandatangani sekolah.Sementara mengenai hak atas kepastian hukum, Ade melanjutkan, orang tua yang melaporkan dugaan korupsijustru dilaporkan mencemarkan baik oleh sekolah. "Mestinya polisi memproses kasus dugaan korupsi dulu, barupencemaran nama baik," kata dia. "Bukan sebaliknya."Rencananya, siang ini Ade akan menemui Ketua Komnas Ifdhal Kasim di kantor Komnas, Jakarta. Selainmelaporkan pelanggaran HAM, ia juga menunjukkan sejumlah bukti kasus dugaan korupsi itu."Selama ini hanya sedikit orang tua, yang mengetahui penyimpangan di sekolah, berani melapor. Denganmengadu ke Komnas HAM, kami mendorong para orang tua, yang melihat penyimpangan itu, agar beranimelaporkannya," kata Ade.
ANTON SEPTIAN (tempo interaktif)
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1.      Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan,
atauperilakunya).
2.      Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer,     dicubit,ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3.      Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.      Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.      Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa darisekolah yang lain. (e-dukasi.net)


Kekerasan Terhadap Murid Merupakan Pelanggaran HAM

Posted byRedaksion Desember 29, 2008 ·
 
Padang ( Berita ) : Tindak kekerasan secara fisik yang terjadi di sekolah dilakukan sejumlah oknum tenagapengajar di Indonesia terhadap siswanya harus dihentikan, karena merupakan pelanggaran hak asasi manusia(HAM).“Tidak jamannya lagi, seorang guru memberikan sanksi kepada siswa dengan penganiyaan atau melakukankekerasan secara fisik. Tindak kekerasan harus dihapus pada dunia pendidikan karena bertentangan denganHAM,” kata Kepala Devisi Sipil dan Politik Komnas HAM Sumatera Barat, Sudarto, menanggapi tindak kekerasan oleh oknum guru terhadap siswanya pada beberapa sekolah di negeri ini.Ia menilai, tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum guru terhadap siswanya setidaknya ada tiga faktor pemicu, pertama, berkakaitan dengan rendahnya gaji guru di Indonesia, sehingga keterbatasan financial tenagapengajar menimbulkan tekanan ekonomi.Karena tekanan ekonomi itu, katanya, sehingga konsentrasi dan stabilitas emosional guru sulit terkendali,akibatnya kemarahan bisa selalu terjadi terhadap siswa yang melanggar ketentuan sekolah.Kedua, karena sistem pendidikan negeri ini yang mengekang para tenaga pengajar dengan kesadaran naif,hanya berpatok kepada ketentuan yang telah ada.“Kita tahu bahwa dalam jumlah besar tenaga pengajar tamatan diploma III dan sarjana strata satu (S-1). Banyak tenaga guru yang kaku dalam pola penganjarannya,” katanya.Dampaknya, ketika ditemukan siswa yang kritis dan mau berdebat, tenaga pengajar bisa saja menilai muridnyabandel atau selalu membantah, sehingga tindakan guru mengambil tidankan kekerasan. Selanjutnya, faktor terakhir pemicu kekerasan terjadi oleh tenaga pengajar terdapat murid, juga tak terlepas dengan perkembanganteknologi.Para siswa sudah banyak yang bisa melek internet, sehingga dapat membaca perkembangan secara global.Sedangkan sebagian besar tenaga pengajar di negeri ini, mungkin belum tahun mengoperasikan internet.Hal itu, jelas ada pengaruhnya terhadap tenaga pengajar yang belum mampu atau ketinggalan secara teknologidengan siswanya. Ia mengatakan, Komnas HAM Wilayah Sumbar, juga pernah menangani kasus kekerasanfisik oleh guru kepada siswanya dan secara hukum tetap ditegakan, sehingga ditahan aparat kepolisian.“Kita imbau agar dihentikan tindak kekerasan dalam bentuk apapun di segala tingkat dunia pendidikan,” kataalumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang itu.(beritasore)
Sumber :www.tempointeraktif.com,www.e-dukasi.net,www.beritasore.com







Pelanggaran HAM, SMA 68 Diadukan ke Komnas HAM








JAKARTA, SELASA - SMA Negeri 68, salah satu sekolah negeri terbaik di DKI Jakarta, diadukan ke Komnas HAM karena dugaan pelanggaran HAM terhadap siswa didik.

Selain dugaan pelanggaran HAM, Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, Koalisi Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengadukan dugaan korupsi di sekolah yang berada di kawasan Salemba tersebut. Selain SMA 68, SD Negeri Percontohan IKIP Jakarta pun diadukan untuk kasus serupa. 
"ICW sebagai fasilitator yang menghubungkan antara aliansi orangtua peduli pendidikan dan koalisi pendidikan untuk menyelesaikan permasalahan ini," ujar peneliti pendidikan ICW, Febri Hendri, di Komnas HAM, Selasa (13/5). 

Salah satu orangtua murid, Alex Yuswar, mengatakan, terjadi intimidasi kepada siswa, yang orangtuanya vokal dalam memeriksa laporan keuangan sekolah. "Apabila tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru, dikatakan bego, bodoh. Dan, gurunya ngomong, pantas anaknya bego, orangtuanya banyak omong," kata Alex. Selain itu, lanjut Alex, siswa yang belum membayar uang sekolah diumumkan melalui pengeras suara sehingga membuat siswa bersangkutan malu.

Sementara itu, perwakilan orangtua murid dari SD Percontohan IKIP, Handaru, mengatakan, siswa yang orangtuanya dianggap kritis terhadap laporan Anggaran Perencanaan Belanja Sekolah (APBS) rapornya dikosongkan. Rangkingnya pun diturunkan dan tidak diikutsertakan dalam tes susulan.    

Hingga berita ini diturunkan, Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner pemantauan penyelidikan, Nurcholis, masih mendengarkan runtutan laporan tersebut. (C5-08)
http://nasional.kompas.com/read/2008/05/13/14460495/pelanggaran.ham.sma.68.diadukan.ke.komnas.ham




Pelanggaran HAM di Sekolah Amerika
SHABESTAN — Para pelajar Muslim di Amerika menghadapi pelanggaran hak-hak asasi manusia yang meluas di sekolah-sekolah negara ini.
Sejumlah besar dari para pelajar Amerika tengah mengadukan tuntutan umum untuk berupaya mengambil kembali hak-hak asasi mereka untuk bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban agama di sekolah-sekolah dan mengeluhkan tentang tidak dipahaminya keinginan-keinginan mazhab mereka secara baik oleh masyarakat Amerika. ‘Andalib Rahman dalam kaitannya dengan masalah ini mengatakan, “Saya adalah satu-satunya pelajar muslim di sekolah, dan tidak memiliki izin untuk melakukan shalat, untuk melaksanakan kewajiban agama ini terpaksa saya harus melakukannya di rumah setelah keluar dari waktunya.”       

Kurni Nabi, salah seorang putri Muslim di kota Salik pun mempunyai masalah yang serupa mengenai hijabnya di sekolah-sekolah tempat muslimin belajar.
      

Ia mengatakan, “Para pelajar putri bebas untuk memilih busananya sesuai dengan keinginan mereka, akan tetapi pihak sekolah selalu melarangku dari mengenakan hijab.”
    

Menurutnya, sekolah-sekolah Amerika telah mengubah tempat yang seharusnya sebagai lahan persahabatan menjadi lahan pemicu permusuhan.
     

Propaganda negatif Barat dalam rangka permusuhan para politisi Amerika dengan Islam dan Muslimin telah menyebabkan sejumlah besar warga Amerika yang bahkan membela kebebasan mazhab tidak memiliki opini positif terhadap Islam dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban Islam di negara-negara mereka.
   

Menurut laporan yang telah dikeluarkan oleh lembaga penelitian Payo, tahun lalu lalu terdapat sekitar 38 persen dari masyarakat Amerika yang tidak memiliki pandangan positif terhadap Islam dan lebih dari setengah dari mereka juga menyatakan ketiadaan informasi yang mendalam mengenai agama ini.
        

Seacara umum, pelanggaran hak-hak warga di masyarakat Amerika terutama sejak naiknya Obama, semakin hari semakin meningkat.
   

Intelijen-intelijen yang ditempatkan di pusat-pusat dimana Muslimin banyak hadir di sana seperti di masjid-masjid, perpustakaan dan bahkan restoran, pun semakin meningkat.


Warga muslim di berbagai negara bagian Amerika termasuk New York senantiasa berada dalam pengawasan ketat pihak kepolisian melalui tindakan pengambilan foto secara rahasia dan penyadapan telepon-telepon pribadi di dalam perusahaan-perusahaan, restoran dan tok-toko milik muslimin.
        

Hal ini terjadi sementara Michael Blumberg, kepolisian New York menganggap hal ini sebagai tindakan-tindakan yang urgen dan mengatakan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendukung dan memberikan perhatian kepada warga.


Kaum muslim Amerika pasca peristiwa 11 September telah menerima perlakukan buruk dan diskriminasi yang parah, dan tindakan-tindakan Islamphobia ini semakin hari juga semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh para petinggi maupun oleh kelompok-kelompok tertentu di Amerika.

Sekolah Masih Melanggar

20 July 2011 by Iwan Lemabang
·  MOS Diwarnai Perploncoan
RIANG: Mengenakan kalung permen plus nama diri serta topi dari kulit bola kaki, para siswa mengikuti MOS yang dimulai, kemarin. Mereka diajarkan mengenal lingkungan hingga cara baris berbaris dan upacara bendera.

Photo by:
Sumeks.co.id
PALEMBANG Meskipun dilarang, aksi perploncoan masih terjadi di sejumlah sekolah di Metropolis. Pelanggaran dominan dilakukan sekolah menengah atas, di mana para siswa diharuskan mengenakan pelbagai aksesori selama masa orientasi sekolah (MOS). Pantauan Sumatera Ekspres di SMAN 1 Palembang misalnya, pelajar pria harus mengenakan topi terbuat dari bola, gelang tali rapiah, papan nama terbuat dari kardus yang dipajang di dada. Sejumlah aksesori tersebut harus ditempil permen. “Permennya sudah ditentukan, harus lima macam,” ujar seorang perserta MOS SMAN 1 Palembang, Ads, kemarin. Karena hanya mempunyai tiga macam permen, ia sempat dimarahi oleh siswa senior panitia MOS.
“katanya kalau kali ini masih diberi toleransi, tapi kalau besok (hari ini, red) diulangi lagi, tidak ada ampun,” ungkapnya.
Bagaimana dengan siswa wanita? Mereka harus mengenakan kucir rambut dari tali rapiah sebanyak 7 buah. Selebihnya, aksesori lain sama dengan peserta MOS pria. Tak hanya itu, para siswa tadi juga “dipaksa” berjemur di bawah terik matahari, dengan dalih mendapatkan pelatihan mengenai tata upacara bendera. Sementara itu, sejumlah siswa lengkap dengan aksesori serius mendengarkan instruksi dari polisi mengenai tata cara upacara bendera di lapangan basket SMAN 1. Menahan panas, sesekali para peserta MOS mengernyitkan dahi dan mengelap keringat yang jatuh dari ke pelipis mata.
Hal serupa juga terjadi di SMAN 10 Palembang. Para siswa diharuskan mengenakan aksesori berupa tas, terbuat dari karung beras, sapu lidi, papan nama dari kardus yang diikatkan pada tali rapiah dan gelang rapiah ditempeli permen. Kepala SMAN 10 Palembang, Drs Jonson Liberty MSi mengaku jika penggunaan aksesori tersebut hanya untuk meramaikan dan memeriahkan suasana. “Hukuman fisik atau kekerasan tidak diperkenankan selama MOS.” Karung dan sapu lidi yang dipakai siswa, tambah dia, bertujuan agar para siswa lebih mengenal lingkungan sekolah. “Kalau nama (papan nama, red) itu agar siswa lebih cepat dikenali.”
Dengan alasan itulah, ia menegaskan jika apa yang dilakukan termasuk mengharuskan siswa mengenakan sejumlah aksesori tersebut tidak melanggar aturan. “Kalau yang tidak boleh bergaya plonco seperti mengenakan pita rambut seperti orang tidak waras. Kalau masih taraf wajar rasanya tidak apa.” Lagipula, terang Jonson, kegiatan yang digelar selama MOS lebih ditekankan kepada pengenalan lingkungan sekolah dan sistem pengajaran termasuk pengenalan para guru. “Termasuk, melaksanakan MOS secara gembira,” ungkap dia.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Palembang, Agus Tridasa menegaskan, jika memang aturan pelarangan penggunaan aksesori dan perploncoan dikeluarkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), maka sudah seharusnya pihak sekolah mematuhinya. Jika memang terjadi aksi perploncoan maka pihaknya akan mengingatkan Kepala Dinas, sedangkan pihak sekolah harus membatalkan kegiatan tersebutt. “Kalau terjadi perploncoan, kekerasan fisik, silahkan lapor ke kita (Komisi IV, red) tukas Agus.
Di SMAN 15 Palembang juga dilakukan MOS tahun ajaran 2011/2012. Para siswa baru yang menimba ilmu di tempat tersebut “digembleng” para kakak kelasnya anggota OSIS. Pantauan Sumatera Ekspres, mereka dilatih baris berbaris di halaman upacara sekolah tersebut. Latihan berlangsung mulai pukul 09.00 WIB. Semua perlengkapan yang dipakai siswa diperiksa. Mulai dari sapatu dan tali yang harus hitam dan sebagainya. Bahkan, mereka juga mendapatkan pengajaran cara memberi hormat kepada bendera merah putih yang benar. “Hai…,” tanya seorang anggota OSIS kepada para siswa baru yang menberikan hormat kepada bendera merah putih. Bila mereka menjawab sapaan tersebut, maka mereka mendapat hukuman dari kakak kelasnya. “Jangan pernah menggubris omongan orang lain, ketika sedan posisi hormat. Termasuk pertanyaan dari kakak kelas kalian,” ungkap anggota OSIS melalui microphone-nya.
Dalam kegiatan tersebut, beberapa siswa tidak kuat menahan panas. Beberapa siswa harus mendapat pertolongan dari anggota OSIS. Bahkan, seorang siswa baru terjatuh ketika sedang berdiri mengikuti latihan baris berbaris tersebut. Ia harus digotong ke salah satu kelas karena tak kuat menahan. Beberapa aksesori, juga dikenakan siswa baru dalam MOS tersebut. Seperti permen, serbet kain di kepala dan tangan, tas plastik, jilbab dan peci dan sebagainya, “Untuk pengenaan jilbab itu untuk seluruhnya, meski non-muslim juga mengenakan jilbab karena ini hanya aksesori,” ungkap Hj Betty Suarni SPd, Wakil Kesiswaan SMAN 15 Palembang.
Peserta MOS yang tak kuat dan harus dibawa ke UKS, disebabkan karena tak mempersiapkan diri dengan baik. “Mungkin karena nggak sempat sarapan,” ujarnya. Saat upacara pagi hari, sekitar 6 orang harus dirawat di unit kesehatan sekolah (UKS). Untuk aksesori permen, memiliki sisi edukatifnya tentang peringatan hari besar Islam. Misalnya, 10 permen menandakan tanggal 10 Muharram, 17 Rabiul Awal, 1 Syawal dan sebagainya. “Itu berdasarkan jumlahnya masing-masing dan mereka harus bisa menjelaskan.” Sebanyak 262 siswa dari tujuh kelas mengikuti MOS di MAN 2 Palembang. Para siswa mengenakan beragam aksesori dalam MOS tersebut. Ada banyak hal positif yang diajarkan kepada para siswa baru. Misalnya, para siswa belajar praktik baris berbaris dengan pakaian yang terdapat makanan ringan, rumbai dan tas karung. Mereka mengikuti gerakan yang diperagakan instruktur dari jajaran TNI. baris berbaris ini berlangsung di lapangan bola IAIN Raden Fatah. MOS juga berlangsung di SMAN 1 Palembang. Pantauan koran ini, tampak anggota Satlantas Polresta Palembang, Bripka Muhtasyor dan rekannya sedang mengajarkan cara baris berbaris serta tata cara upacara dan memimpin upacara bendera. Para siswa baru SMAN 1 ini berasal dari tujuh kelas yang diterima. Mereka terlihat mengenakan atribut kulit bola kaki dan permen serta atribut lainnya selama MOS. Kabid Dikmenti Disdik Sumsel, Drs Widodo MEd mengatakan, tidak diperkenankan adanya aktivitas perploncoan pada MOS. “Aturannya sudah jelas, berikut sanksi bagi yang melanggar. Tinggal lagi kontrol pihak sekolah harus ketat. Itu yang kurang dilakukan,” katanya.
Mestinya, selama MOS sekolah sudah menyusun acara yang bermanfaat untuk siswa baru. Waktu pelaksanaan sendiri harus efektif dan efisien sehingga tidak memberikan ruang bagi siswa kelas II dan III memanfaatkan kesempatan ini untuk menggelar acara lain tanpa sepengetahuan pihak sekolah. “Adanya acara yang disusun sekolah secara langsung akan menutup peluang kreasi dari para senior siswa baru ini untuk menggelar acara sendiri. Sehingga perploncoan baik fisik maupun psikis siswa baru tidak terjadi. Ini akan mencegah kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan pada MOS,” tegas Widodo.
Di sisi lain, pemandangan menarik saat siswa TK dan SD sekolah di hari pertama kemarin. Agenda upacara bendera terlewatkan, namun tetap saja yang namanya anak-anak celingak-celinguk mencari orang tuanya, “Tolong ibu-ibu, anaknya tidak usah diantar ke depan ruang kelas,” ujar seorang guru di SDN 179. (mg44/46/mg13)
Sumatera Ekspres, Selasa, 19 Juli 2011.

Waduh...Gara-gara Kritis, Murid Diusir dari Sekolah

Senin, 25 Juli 2011, 23:06 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG - Lilis Setyowati, orang tua dua saudara kembar yang duduk di kelas 2 SD Negeri Sitirejo 04 Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, berencana melaporkan pengusiran anaknya oleh sekolah itu kepada Menteri Pendidikan Nasional.

Kedua anak kembarnya bernama Yoga dan Yogi Prakoso terusir dari sekolah akibat bersikap kritis di kelas.        

Ditemui di kediamannya, Jalan Parkit, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Senin, Lilis mengaku, alasan melapor ke Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Gubernur Jawa Timur karena hingga kini Pemkab Malang tidak menghukum Kepala SD Negeri 4 Sitirejo, Imam Sodiqin karena telah mengusir anaknya.  

"Kita tunggu-tunggu tapi belum ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, dan harusnya sebagai sebuah institusi pemerintahan, ada sanksi tegas sebagai akibat perbuatan pihak sekolah yang telah mengusir anak saya agar pindah ke sekolah lain," katanya.           

Lilis mengkhawatirkan, apabila tidak ada sanksi tegas dari Pemkab Malang, kejadian tersebut dapat menimpa siswa lain.    

Kasus pengusiran dua siswa ini sendiri menjadi perhatian Komisi Nasional Hak Azasi Manusia dan Anggota Ombudsman RI Anggota Komisioner Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simeulue menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM.    

"Setiap warga negara itu berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan amanah Undang Undang Dasar 1945 pasal 31," kata Syafrudin.   

Komnas HAM meminta Bupati Malang Rendra Kresna untuk menindak tegas kepala SD Negeri Sitirejo 04 atas perbuatannya itu
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara








Anak Buah Hasanudin Dituntut 20 Tahun Penjara
Jakarta - Setelah otak kasus mutilasi 3 siswi SMU Poso, Hasanudin, menjalani sidang tuntutan, kini giliran anak buahnya, Lilik Purnomo dan Irwanto Irano. Keduanya dituntut 20 tahun penjara. Tuntutan dibacakan secara bergantian oleh JPU Firmansyah dan Muji Raharjo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Gadjah Mada, Rabu (21/2/2007). Hasanudin sebelumnya juga dituntut 20 tahun bui. Wajah Lilik yang terbalut kemeja warna ungu bermotif garis-garis dan Irwanto yang memakai kemeja warna hijau terlihat tenang mendengarkan tuntutan itu. "Kedua terdakwa telah memenuhi
dakwaan pertama yakni pasal 15 jo pasal 7 Perpu nomor 1/2002 jo pasal 1 UU 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme," kata Muji di hadapan majelis hakim yang diketuai Liliek Mulyadi. Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa melakukan perbuatan yang sadis dan tidak berkemanusiaan sehingga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang luka-luka. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan masyarakat resah khususnya masyarakat Bukit Bambu, Poso. Hal-hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan, mengakui kesalahan dan tidak mempersulit persidangan dan telah dimaafkan oleh keluarga korban. "Kami meminta kepada majelis hakim agar kedua terdakwa bersalah dan masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun dikurangi masa tahanan," kata Muji. Kuasa hukum terdakwa Abu Bakar Rasyide meminta waktu 10 hari kepada majelis hakim untuk menyusun pledoi atau pembelaan. Namun permintaan itu ditolak. "Kan perpanjangan penahanan habis 20 Maret. Menurut surat edaran MA, 10 hari sebelum berakhir harus sudah diputus," kata Liliek. Majelis hakim akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan pada 5 Maret dengan agenda pembacaan pledoi. Usai sidang, Lilik terlihat adem ayem menanggapi putusan itu. "Kan baru sebatas tuntutan, nanti ada upaya lain," sahutnya sambil nyengir. Sedangkan Abu mengaku tuntutan itu terlalu berat lantaran kliennya hanya sebatas menjalankan perintah Hasanudin, otak mutilasi siswi Poso.

Contoh Pelanggaran HAM yang Terjadi di Sekolah
 
Tarik Biaya Sekolah Kepsek Bisa Dituduh Pelanggaran HAM
        

Jakarta – Sekolah yang memungut biaya sekolah anak terutama pada keluarga miskin, bisa dikenakan pelanggaran HAM, karena salah satu hak anak yang dilindungi negara adalah hak untuk mendapatkan pendidikan secara cuma-cuma.“Apalagi masyarakat miskin termasuk dalam golongan yang dilindungi Undang-undang untuk mendapatkan pendidikan cuma-cuma. Kepala sekolah dapat dikenai pasal pelanggaran HAM,” demikian pengamat pendidikan Ade Irawan dari Koalisi Pendidikan di Jakarta, Senin (14/7).Menurutnya pihak Koalisi Pendidikan sudah mendirikan pos-pos pengaduan di beberapa daerah untuk menampung semua keluhan masyarakat termasuk soal pungutan biaya sekolah anak. “Namun masyarakat bisa langsung mengadukan pada Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak,” katanya.Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah diisyaratkan berhati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi karena bisa menutup ruang bagi masyarakat tidak mampu mengenyam pendidikan, dan akhirnya bisa dilaporkan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) di bidang pendidikan. "Kepsek perlu hati-hati menetapkan biaya pendidikan tinggi, karena jika memberatkan masyarakat apalagi bagi siswa miskin, dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM," kata praktisi hukum dari LBH Padang, Sudi Prayitno, di Padang, Sabtu (12/7).Dia mengatakan hal tersebut, terkait sejumlah sekolah setingkat SD, SMP dan SMA di Kota Padang menetapkan biaya tinggi bagi siswa barunya.Informasi yang terhimpun di Kota Padang, biaya masuk sekolah bagi siswa baru setingkat SMP mulai Rp 315.000/siswa sampai Rp 445.000/siswa dan untuk siswa SMA dipungut rata-rata diatas Rp1 juta /siswa termasuk uang pembangunan.Sudi mengatakan, biaya pendidikan tersebut dinilainya tinggi dan memberatkan masyarakat dan bisa dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran HAM apalagi kondisi itu mengakibatkan terhambatnya sebagian masyarakat mengenyam bangku sekolah.Pendidikan itu, katanya, telah diatur konstitusi, jadi jika penyelenggaraannya terkesan memberatkan maka dapat dilaporkan sebagai pelanggaran HAM dan konstitusi. "Semestinya pendidikan bisa dinikmati masyarakat dengan biaya murah, karena telah diatur oleh konstitusi dan juga banyak bantuan lainnya untuk biaya pendidikantersebut," katanya.
(web warouw/ant)
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.